KOMPAS.com – Dahsyatnya gelombang tsunami Banten yang menyapu pantai Selat Sunda tanggal 22 Desember 2018 lalu menjadi duka mendalam bagi para korban. Seperti maling, tsunami itu tiba-tiba datang dan mengambil semua yang berharga. Tsunami senyap seperti ini sebenarnya bukan yang pertama di Indonesia.
Menurut catatan sejarah, pulau Lomblen atau dikenal Lembata yang ada di Kepulauan Nusa Tenggara juga pernah mengalami tsunami pada 18 Juli 1979. Sama seperti Tsunami Banten, tsunami itu juga dipicu longsoran lereng (flank collapse). Warga setempat mengaku tidak merasakan guncangan gempa bumi sebelum tsunami Lomblen menerjang.
Lewat keterangan yang disampaikan Daryono, Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, catatan seismogram dari lokasi paling dekat yakni Stasiun Geofisika BMKG Kupang, tidak menunjukkan adanya aktivitas gempa tektonik di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebelum kejadian. Tsunami ini tidak disebabkan aktivitas erupsi gunung api bawah laut.
“Laporan dari instansi terkait menunjukkan bahwa saat itu tidak terdapat aktivitas erupsi gunung api di sekitar Pulau Lomblen,” kata Daryono dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Selasa (1/1/2019).
Daryono memberikan beberapa catatan dan laporan yang memuat tentang tsunami Lomblen, NTT. Dalam laporan Jonatan Lassa pada 2009, tsunami Lomblen disebabkan peristiwa longsoran gunung api.
Senada dengan Jonatan Lassa, tepat 30 tahun sebelumnya (1979) Hadian menyatakan bahwa tsunami Lomblen dipicu longsoran tebing pada sisi utara Gunung Werung. Material longsoran tebing dalam volume sangat besar runtuh dan masuk ke laut hingga membangkitkan tsunami dahsyat.
Sementara itu dalam laporan Elifas pada 1979, daerah yang mengalami bencana tsunami kurang lebih 50 kilometer sepanjang Teluk Labala di bagian barat hingga Teluk Waiteba di bagian timur. Dalam catatan Brune dan koleganya di tahun 2010, gelombang tsunami Lomblen yang tingginya mencapai tujuh sampai sembilan meter menerjang kawasan Lembata di Pulau Lomblen hingga sejauh 1.500 meter dari bibir pantai.
Seperti tsunami Banten, tsunami yang terjadi empat dekade lalu juga mengakibatkan kerusakan dan menelan korban jiwa hingga ratusan orang. “Menurut laporan, dampak tsunami ini tercatat sebanyak 539 orang meninggal, sementara sebanyak 700 orang hilang dari 4 desa,” tulis Daryono.
Melalui kajian empirik yang dilakukan Yudhicara dan koleganya pada 2015, menemukan bahwa sistem geothermal adalah pemicu terjadinya longsoran. Geothermal adalah sumber panas yang berasal dari dalam bumi.